Skip to main content

Featured

Memahami Nalar Orang Arab/Muslim Melalui Bayani, ‘Irfani dan Burhani secara Singkat



Kompleksitas permasalahan dan problematikan dalam kehidupan merupakan tantangan tersendiri untuk dicarikan jawabannya, dengan hasil akhir hingga tidak ada lagi pertanyaan untuk mencari kebenarannya. Inilah yang disebut sebagai proses berfilsafat, dimana yang akhirnya suatu ilmu pengetahuan itu selalu berkembang dan tidak mengalami stagnasi, karena selalu memiliki pertanyaan, pertanyaan dan pertanyaan, untuk mencari hasil yang finish dan mendorong untuk terus meng-Upgrade­ pengetahuan dalam mencari jawabannya. Melalui filsafat, manusia bisa mengetahui sesuatu hingga akar dan duduk suatu problem, karena Filsafat artinya berpikir secara radic (mencari sumber) dan lebih mengedepankan kebijaksanaan. Melalui ontologi, epistemologi hingga aksiologinya, manusia lebih bisa mengahargai satu sama lain. Tidak mudah melakukan stereotype, hingga melihat kehidupan dunia dengan paradigma yang lebih luas, begitu pula saat kita berbicara tentang nalar berpikir, artinya kita berbicara tentang Filsafat.

Lalu, dalam Filsafat bagi Orang Arab/Muslim bisa juga dikatakan sebagai Filsafat Islam, dan memiliki 3 landasan filsafat, yaitu ontologi (apa makna pengetahuan itu), epistemologi (bagaimana cara mendapatkannya) dan aksiologi (apa dan bagaimana kegunaannya). Nah, pada bagian Epistemologilah, Bayani, ‘Irfani dan Burhani itu dibahas. Artinya, ketiga nalar tersebut, masuk dalam kategori “alat” untuk mencari bagaimana memperoleh suatu kebenaran/pengetahuan.

1.    Bayani (Memahami Kebenaran dengan Menganalisis Makna Suatu Teks)

Bayani diartikan sebagai nalar untuk mencari kebenaran atau pengetahuan dengan jalan melihat dan menganalisis teks, seperti linguistik atau bahasanya, dan dalam Islam, objek kebenaran itu bersumber dari 2 nash Umat Islam yaitu Al-qur’an dan Khadits, serta sumber selain nash yaitu masuk dalam ketegori Ijma’ (penjelasan ulama’) dan Qiyas (membandingkan atau menyamakan satu masalah dengan masalah lain). Dan pembahasan bayani lebih pada hal – hal universal. Seperti halnya hukum Sholat, akhirnya muncul Ilmu Fiqih, dengan sumber teks ayat, semisal Aqiimus Shalah, Wa Ati’uzzakaah. Teks ini tidak berhenti pada menganalisis teks Aqimu (kata kerja = kewajiban) saja, tapi sholat yang seperti apa yang dimaksut ayat tersebut. Akhirnya dikuatkan dengan teks hadits “Sholatlah seperti kamu melihat aku sholat”. Lalu dijelaskan lagi melalui karya – karya ulama’ Fuqoha’ Ijma’ maupun Qiyas.

 

2.    ‘Irfani (Kebenaran bersumber dari Ilham; Kasyaf (metafisik), ruhaniyah dan hati)

Bahasa ‘Irfani berasal dari kata 'arafa dan ma'rifah yang memiliki arti suatu bentuk pengetahuan yang tinggi.  Bersumber dari hati dalam bentuk Kasyaf.  Dengan kata lain, ilham itu berasal dari pancaran akal universal yang menghubungkan manusia dengan Tuhan. Objek nalar ‘Irfani ini lebih pada Tasawuf, dimana dilakukan untuk menuju pada hakikat seorang Sufi. Dimana penggunaan nalarnya bersumber pada pengalaman batin atau ruhaniyyah; hal ini juga berbicara tentang hati.

Langkahnya seperti dengan Dzauq (Merenung dan berdzikir kepada Allah) atau Uzlah, serta aktivitas – aktivitas lain untuk berdekatan dengan Tuhannya.

3.    Burhani (Kebenaran melalui Pengamatan Inderawi Manusia; Logika )

Burhan adalah satu jenis dari logika (qiyas). Kalau logika itu bersifat umum, maka Burhan bersifat khusus, bagian dari logika itu sendiri, yaitu suatu rasionalitas yang mengantarkan kepada ilmu yakin.  Burhani menggunakan alat inderawi manusia untuk menemukan kebenaran yang rasional dan masuk logika. Mengintegrasikan pengalaman (empiris) dan akal untuk menemukan pengetahuan. Kajian ilmu yang dihasilkan seperti fisika, kimia, biologi, ekonomi dan lain – lain.

[i]

[ii]

 



[i] Sembodoardi Widodo dalam Jurnal Hermeneia, Kajian Islam Interdisipliner UIN Sunan Kalijaga tahun 2007

[ii] Ulumuna – Youtube, 2020


Comments

Popular Posts