Skip to main content

Featured

PENDEKATAN, METODE DAN MODEL TAFSIR (SERTA CONTOH ANALISIS TAFSIR JALALAIN SECARA SINGKAT)

 


A.    Pendekatan Tafsir, menurut Abdullah Saaed ada 4 pendekatan klasik dan 1 pendekatan modern, diantaranya :

1.    Pendekatan Lingustik

Yaitu memaknai atau menafsirkan suatu ayat melalui kebahasaannya, baik secara literal maupun majas, dalam bangsa Arab hal ini disebut mantuq dan mafhum (makna tersurat dan makna tersirat). Pendekatan ini biasanya digunakan dalam menjelaskan dan menguraikan suatu ayat, seperti Metode Tahlili

2.    Pendekatan Logika

Yaitu pendekatan tafsir yang menghubungan pendekatan kebahasaan dengan rasionalitas, seperti mempergunakan pengetahuan yang bisa masuk akal, akan tetapi juga terkadang berhubungan dengan mistis atau hal gaib.

3.      Pendekatan Tasawuf

Yaitu pendekatan tafsir yang memaknai ayat tidak hanya secara lahiriyah saja (bahasa teks Qur’an) namun juga secara batiniyah (penyingkapan makna melalui kasyf) oleh mufasir.

4.      Pendekatan Riwayah

Yaitu pendekatan tafsir yang menitikberatkan pada hadits dan para perawi atau tabi’in. Dimana tujuannya adalah menjelaskan ayat qur’an yang universal, menghususkan ayat yang masih umum dan membatasi hal-hal yang mutlak.

5.      Pendekatan Kontekstual

Yaitu pendekatan tafsir yang memaknai ayat sebagai jawaban dari problematik manusia dijaman Rasulullah dan para sahabat saat itu. Jadi, memaknai ayat tidak sebatas teks, namun juga melilhat sosial, politik, kultur, budaya dan lain sebagainya saat ayat itu diturunkan, sehingga memiliki nilai-nilai kebajikan yang bisa diadopsi dengan problem kontemporer saat ini. Seperti Teori double movement oleh Fadzlur Rahman, teori Maqashidi oleh Muhamad Thalib atau Abdul Mustaqim (UIN Sunan Kalijaga), dll.

Dari 5 pendekatan tersebut mampu dimasukkan kedalam beberapa metode tafsir (cara menafsirkan ayat), seperti : Tafsir Tahlili (berfokus pada menjelaskan ayat), Tafsir Ijmali (menafsirkan per-diksi sehingga menghasilkan makna yang lebih panjang dari sekedar terjemahan), Tafsir Muqarin (membandingkan ayat dengan ayat lainnya, tafsir dengan tafsir, ayat dengan hadits, dan ayat dengan kitab samawi lainnya, sehingga terjadi kompromi, atau saling melengkapi atau mencari kelebihan ayat quran dari kitab samawi lain), dan Tafsir Maudhu’i atau Tematik (memahami ayat dengan tema tertentu lalu mengumpukan ayat-yata lain yang memiliki kesamaan tema untuk dihubungkan satu sama lain sehingga menciptakan gambaran tema secara utuh.

B.     Analisis Tafsir Jalalalain

Tafsir Jalalain karya Imam Jalalain Muhammad Al Mahalli dan Imam Jalaluddin Abdurrahman Al Suyuthi merupakan salah satu tafsir klasik yang menggunakan pendekatan serta model tafsir klasik, yaitu pendekatannya memadukan antara linguistik dan riwayah, dimana mufasir mencoba memaknai ayat lebih jelas dan luas, baik per diksi maupun perkalimat tertentu yang membutuhkan penjelasan, sehingga menghasilkan pemaknaan yang lebih panjang dari sekedar terjemahan, inilah yang disebut sebagai metode tafsir Tahlli dan Ijmali.

 

Jadi, tafsir ini memiliki 2 jenis penyajian tafsir, yaitu matan dan syarah.

Matan ialah bentuk penulisan kitab dengan memaknai per diksi atau kalimat tertentu (linguistik-ijmali)

Syarah ialah bentuk penulisan kitab dengan menjabarkan secara universal suatu kejadian dibalik ayat tersebut (penjelasan dari matan), dan ini lebih panjang dari matan. Dalam Tafsir Jalalain, Mufassir menggunakan hadits tertentu yang digunakan sebagai pendukung dari turunnya ayat tertentu pula (Asbabun Nuzul), Jadi tidak semua ayat dalam Tafsir Jalalain memeiliki makna syarah dan tidak semua ayat juga memiliki sebab penurunan (Riwayah-Tahlili).

Seperti contoh : QS. Al-Isra’ dalam ayat 1 tertulis ada kalimat “min al masjidil haram” lalu makna dalam matan nya adalah “ay makkah” (yaitu Mekkah), “ila masjidil Aqsha” lalu dimaknai dalam matan adalah “bait al maqdis li ‘ibadihi minhu” (Baitul Maqdis yang digunakan untuk beribadh Nabi Muhammad).

Lalu, dalam syarahnya kosong, karena tidak memiliki asbabun nuzulnya. Artinya, peristiwa masalalu nabi dan rasul bukanlah sebab dari turunnya ayat. Karena terkadang untuk mendalami seluk beluk kisah membutuhkan cara untuk mengungkap tabir, sehingga ketidaktahun  terhadap suatu itu akan menyebabkan kekeliruan atau bahkan kesalahan makna dari yang dikehendaki Al-qur’an. Jadi, secara singkat, ada ayat yang memiliki sebab penurunan, ada juga yang memang tidak memiliki sebab turunnya dan murni sebagai respon atau penjelasan kegiatan Rasul, seperti QS. Ali-Isra: 1-5.

Melalui tafsir Jalalain ini, banyak kemudian melahirkan mufassir-mufassir lain untuk melengkapi dan melanjutkan tafsir ini dengan sudut pandang pendekatan dan metode lain, atau yang disebut dengan Kitab Hasyiah (Penjelas) Tafsir Jalalain, seperti Muhammad Ahmad Kan’an al-Qadhi dalam tafsirnya yang berjudul “Qurratul  ‘ainain ‘ala Tafsiril Jalalain” yang membahas tentang sumber dan niali hadis yang disampaikan dalam kitab jalalin (men-takhrij) dan mengaitkan antara ayat satu dengan ayat yang lain untuk memabahas satu tema (metode maudhui).


 

Comments

Popular Posts