BAHASA JURNASLISTIK
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Satu
Mata Kuliah :
Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu :
Muchamad Fauzan, M. Pd
Oleh
Nur Kumala (2042115008)
PRODI KOMUNIKASI
DAN PENYIARAN ISLAM
JURUSAN
USHULUDDIN DAN DAKWAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilálamiin, puji syukur kehadirat Allah Swt. yang
telah memberi nikmat dan kesempatan kepada penulis sehingga makalah yang
berjudul “Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik” dapat diselesaikan.
Salawat dan salam selalu tercurah kepada manusia yang paling sempurna, nabi
Muhammad Saw., keluarga dan sahabatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini. Tanpa mereka makalah ini tidak dapat
selesai.
Makalah ini menjelaskan pengertian bahasa
jurnalistik, karakateristik bahasa jurnalistik dan penulisan berita yang benar
menurut kaidah-kaidah bahasa jurnalistiknya.
Makalah ini
tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan baik isi maupun tulisan.
Seperti pepatah arab “al-insan mahalul khotho’ wannisyan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca guna
penyempurnaan penulisan makalah ini.
Pekalongan,
17 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Metode Pemecahan Masalah ....................................................... 2
D. Sistematika Penulisan Makalah ..................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahasa Jurnalistik ...................................................... 3
B. Pengertian Jurnalistik, Jurnalisme dan Jurnalis ............................. 5
C. Karakteristik Bahasa Jurnalistik.................................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ...................................................................................... 18
B. Saran-saran.................................................................................... 18
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran
yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara. Bahasa
Indonesia adalah bahasa republik kita, artinya semua kegiatan yang bernuansa
ke-Indonesia-an atau kenasionalan Indonesia harus dijalankan dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Baik secara lisan, seperti, pidato kenegaraan, rapat dalam
instansi pemerintahan, pengajaran pendidikan dan sebagainya. Maupun secara tulisan, seperti, penulisan perundang-undangan,
buku-buku pelajaran, administrasi sampai didsalam dunia pers nasional.
Dalam dunia pers tidak luput dari
kegiatan tulis menulis. Terlebih bahasa Indonesia sendiri mempunyai fungsi
sebagai sarana komunikasi. Dengan bahasa, seseorang mampu mengetahui apa yang
dinginkan oleh comunicator (penyampai). Begitu pun dalam dunia pers yang
fungsi konkretnya adalah memberitahukan sebuah kejadian yang terjadi disuatu
tempat untuk diketahui publik.
Perkembangan dunia jurnalistik di
Indonesia saat ini telah mencapai puncak kebebasan, artinya seseorang
dibebaskan untuk mengabarkan atau mempublikasikan apa-apa yang terjadi di
negara Indonesia, yang sebelumnya dibelenggu oleh kerangkeng kekuasaan.
Namun,hal itu justru menjadi benalu bagi dunia jurnalistik Indonesia sendiri.
Pasalnya, semua orang dimanapun dan kapanpun bebas untuk mengeluarkan
aspirasinya tanpa melakukan penyaringan dan tanpa kaidah-kaidah bahasa
jurnalistik yang dibenarkan, sehingga menjadikan jurnalisme di Indonesia
memiliki kualitas yang lemah.
Hal inilah yang menjadi latar belakang
analisis dari makalah ini, sejauh mana sebuah media pers memiliki kualitas
jurnalismenya dan bagaimana penulisan berita yang dibenarkan dalam dunia
jurnalistik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dihasilkan
suatu rumusan yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk terfokusnya kajian
makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa Pengertian bahasa jurnalistik?
2. Apa perbedaan antara jurnalistik, jurnalisme dan jurnalis?
3. Bagaimana karakteristik bahasa jurnalistik?
C.
Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan
dalam makalah ini dengan melalui studi literature/ metode kajian pustaka, yaitu
dengan menggunakan beberapa referensi buku atau referensi lainnya untuk merujuk
pada masalah yang dibahas didalamnya. Langkah-langkah pemecahan masalahnya
dimulai dengan menentukan tema masalah yang akan dibahas dengan menentukan
perumusan masalah, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber, penyintesisan
serta pengorganisasian jawaban permasalahan, kemudian menarik kesimpulan dari
berbagai rumusan jawaban yang dijelaskan.
D.
Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bab,
meliputi: Bab I,bagian pendahuluan yang
terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan
masalah dan sistematika penulisan makalah; Bab II, bagian pembahasan; Bab III, bagian
penutup yang terdiri dari simpulan dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bahasa Jurnalistik
Ragam bahasa yang kita ketahui dalam
bahasa Indonesia ada dua, yaitu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan. Salah
satu dari ragam bahasa tulisan adalah bahasa jurnalistik.
Adapun beberapa pengertian dari bahasa
jurnalistik antara lain:
1. R. Kunjana Rahardi dalam bukunya
mengatakan bahasa jurna.istik itu berasal dari bahasa inggris disebut journalistic,
secara harfiah lazim diartikan sebagai sesuatu yang bersifat kewartawanan
atau berkarakter kejurnalistikan, sesuatu yang bertali-temali dengan ihwal
wartawan atau jurnalis, sesuatu yang bertautan dengan perihal kejurnalisme-an
atau kewartawanan.1
2. Bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa
yang digunakan wartawan dalam menulis berita.
3. Bahasa jurnalistik juga disebut dengan
bahasa pers atau komunikasi massa (Language of Mass Communication)
yaitu bahasa yang digunakan untuk komunikasi didunia massa baik lisan maupun
tulisan, seperti: tv, radio, koran, tabloid, majalah dan lain-lain.
4. Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa
bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang berfungsi sebagai
pemberi informasi kepada publik, atau dapat diartikan sebagai bahasa komunikasi
pengantar pemberitaan dalam media cetak atau elektronik.
1R.
Kunjana Rahardi, Bahasa jurnalistik; pedoman kebebasan untuk mahasiswa ,jurnalis
dan umum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 5.
5. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan dalam dunia kewartawanan
dan persuratkabaran.
Jadi
bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh para jurnalis di dunia
massa baik lisan atau tulisan dengan tujuan memberitahukan tentang kejadian
yang dianggap penting pada hari itu kepada publik.
Dalam
bahasa jurnalistik atau ragam bahasa jurnalistik mempunyai ciri tersendiri yang
membedakan dengan ragam bahasa lainnya. Ciri tersebut adalah disesuaikan dengan
tujuan tulisan jurnalistik dan siapa
pembaca jurnalistik itu.2
Maka dari itu untuk menyampaikan berita kepada
publik harus memilah dan memilih kalimat yang tepat supaya mudah dimengerti
oleh masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah informasi atau berita
yang dipublikasikan harus mudah dimengerti oleh masyarakat umum, dengan
demikian bahasa jurnalistik harus sesuai dengan norma tata penulisan yaitu
sesuai kaidah yang berlaku, dalam hal ini harus menggunakan bahasa baku yang
sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Berbeda dengan bahasa percakapan
atau dialek pada umumnya, yang cenderung bersifat asosial, akultural, egois dan
elitis. Bahasa jurnalistik harus bersifat demokratis dan populis tanpa memihak
dan meninggikan pangkat dan tidak fulgar.
2Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2010). hlm. 2
Prof. John Hohenberg (lihat Rosihan Anwar 1991) menyatakan bahwa tujuan
semua penulisan karya jurnalistik adalah menyampaikan informasi, opini, dan ide
kepada pembaca secara umum. Sedangkan pembaca ragam bahasa jurnalistik adalah
semua anggota masyarakat pada umumnya. Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah yang
pembacanya adalah para akademisi atau para ilmuwan.Dan ragam bahasa sastra yang
pembacanya adalah para sastrawan dan peminat karya sastra, begitupun dengan
ragam bahasa militer yang pembacanya adalah para anggota militer.3
Oleh karena itu bahasa jurnalistik harus
mempunyai prinsip ringkas, padat, sederhana, lugas dan menarik. Lalu
bagaimana cara untuk mengetahui prinsip itu semua? Untuk menjawab pertanyaan
ini perlu kita ketahui terlebih dahulu pengertian satu persatu dari prinsip
tersebut.
B. Pengertian Jurnalistik, Jurnalisme Dan Jurnalis
Dari pembahasan diatas kita dapat
mengetahui tentang bahasa jurnalistik. Namun, apakah kita mengetahui apa
pengrtian dari kata jurnalistik, jurnalisme dan jurnalis?.
Dalam dunia pers sering ditemukan kata
jurnalistikk, jurnalisme dan jurnalis, kata yang hampir sama namun memiliki
arti yang berbeda. Kebanyakan dari mereka yang biasa mendengar kata itu setelah
ditanya tidak bisa menjawab arti secara spesifik. Berikut pengertian dari ke
tiga kata tersebut.
a. Jurnalistik : berasal dari kata “jurnal” artinya catatan dan “istik”
artinya hal ihwal. Artinya illmu, teknik, dan proses yang berkenaan dengan
penulisan berita, dan artikel opini di media massa, baik cetak maupun
elektronik.
3Ibid , hlm. 2.
b. Jurnalistik : berasal dari kata “jurnal” artinya catatan dan “istik”
artinya hal ihwal. Artinya illmu, teknik, dan proses yang berkenaan dengan
penulisan berita, dan artikel opini di media massa, baik cetak maupun
elektronik.
c. Jurnalisme : berasal dari kata
“jurnal” dan “isme” artinya paham atau aliran. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) jurnalisme adalah kegiatan atau pekerjaan mengumpulkan,
menulis, mengedit, dan menerbitkan berita disurat kabar dan lain sebagainya.
d. Jurnalis : orang atau pelaku yang melakukan kegiatan jurnalisme;
wartawan, pewarta.
Jadi dapat disimpulkan bahwa jurnalistik itu
ilmunya, jurnalisme itu kegiatannya (prosesnya) dan jurnalis itu pelaku atau
orang yang melakukan jurnalisme.
C.
Karakteristik bahasa jurnalistik
Sebelum membahas karakteristik bahasa jurnalistik, perlu diketahui bahwa
bahasa jurnalistik mempunyai kaidah-kaidah bahasa jurnalistik yang dijadikan
sebagai pedoman. Diambil dari “Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers” yang
merupakan hasil kesepakatan para peserta Karya Latihan Wartawan (KLW) ke-17 PWI
Jaya yang dipimpin oleh H. Rosihan Anwar pada bulan November 1975 di Jakarta,
dan dari “Suatu Model Style Book” dari Prof. John Hohenberg (lihat
Rosihan Anwar 1991). Dari kedua referensi tersebut disimpulkan kaidah bahasa
jurnalistik antara lain:
(1) Menaati ejaan yang berlaku menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EYD);
(2) Menaati kaidah tata bahasa Indonesia yang berlaku;
(3) Tidak menanggalkan prefiks me- dan prefiks ber-, kecuali pada judul berita;
(4) Menggunakan kalimat pendek lengkap artinya ada subjek, predikat dan
objek, serta logis. Satu kalimat berisi satu gagasan;
(5) Satu paragraf hanya terdiri dari 2 atau 3 buah kalimat. Kesatuan dan
kepaduan kalimat harus terpelihara;
(6) Menggunakan bentuk aktif pada kalimat. Bentuk pasif hanya digunakan kalau
memang perlu. Begitu juga kata sifat dibatasi pemakaiannya;
(7) Ungkapan-ungkapan klise (seperti sementara itu, perlu diketahui, di
mana, kepada siapa, dan sebagainya) tidak digunakan.
(8) Kata-kata “mubazir” (seperti adalah, merupakan, dari, daripada, dan
sebagainya) tidak digunakan;
(9) Kalimat aktif dan kalimat pasif tidak dicampuradukkan dalam satu
paragraf;
(10) Kata-kata asing dan istilah ilmiah yang terlalu teknis tidak digunakan.
Kalau terpaksa harus dijelaskan;
(11) Penggunaan singkatan dan akronim sangat dibatasi. Penggunaannya harus
diberi penjelasan kepanjangannya;
(12) Penggunaan kata yang pendek didahulukan daripada kata yang panjang;
(13) Tidak menggunakan kata ganti orang pertama (saya dan kamu),
berita harus menggunakan bentuk orang ketiga;
(14) Kutipan (kalau ada) ditempatkan pada paragraf baru;
(15) Tidak memasukkkan pendapat sendiri dalm berita;
(16) Berita disajikan dalam bentuk “past tense”, artinya sesuatu yang telah
menjadi (berlangsung);
(17) Kata hari ini digunakan dalam media elektronik dan koran sore.
Sedangkan kata kemarin digunakan dalam harian yang terbit pagi hari;
(18) Segala sesuatu dijelaskan secara spesifik. Maksudnya segala sesuatu yang dijelaskan dengan keterangan
yang dapat diobservasi;
(19) Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikatif. Jadi benar-benar dapat
dipahami dengan mudah oleh pembaca.
Dari kaidah-kaidah bahasa jurnalistik diatas diketahui bahwa
karakteristik bahasa junalistik memiliki arti, antaralain:
· Rosihan Anwar : bahasa jurnalistik harus bersifat khas yaitu singkat,
padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik.
· S. Wijowasito : bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca oleh
mereka dengan intelek yang minimal.
· JS Badudu : bahasa surat kabar harus singkat, padat, sederhana, jelas,
lugas tapi selalu menarik.
· Asep Syamsul M. Romli : Sifat dari bahasa jurnalistik adalah komunikatif
yaitu langsung menjamah materi atau ke pokok persoalan (Straight to the poin)
dan spesifik yaitu jelas dan mudah dipahami orang banyak, hemat kata, menghindarkan
penggunaan kata yang mubazir dan kata jenuh, menaati kaidah-kaidah bahasa yang
berlaku (sesuai Ejaan Yang Disempurnakan) dan singkat.4
Secara spesifik Abdul Chaer dalam bukunya
menjelaskan prinsip dari bahasa jurnalistik ada 6, yaitu:
·
Ringkas artinya singkat atau hemat kata
·
Padat artinya bukan kata yang sia-sia
atau tidak berarti
· Sederhana artinya mudah dimengerti dengan pola penyampaian yang
sederhana.
· Jelas artinya kalimat yang digunakan tidak menimbulkan pertanyaan dan
memiliki makna ganda (ambigu).
·
Lugas artinya memiliki makna sesuai yang
diingikan oleh komunikator.
· Menarik artinya kalimat yang digunakan dapat menimbulkan minat atau
perasaan tertarik untuk orang yang membaca.
Jika disimpulkan, keenam prinsip diatas
menjadi 3 karakteristik yang unik, yaitu hemat kata, tepat makna dan menarik.
1.
Hemat Kata
Hemat kata ini berkenaan pada penggunaan
kata dalam kalimat. Dalam prinsip hemat kata ini dapat dilaksanakan dengan beberapa
cara, diantaranya dengan:
a. Menanggalkan kata-kata tertentu yang tidak diperlukan dalam kalimat yang
disebut dengan kata mubazir. Dalam penggalan kata yang dianggap mubazir
ini antara lain:
a.1 Kata yang menunjukkan waktu yaitu hari,
tanggal bulan dan tahun. Contoh: “Rapat akan diadakan pada hari
Jumat tanggal 22 bulan Oktober tahun 2015”. Direvisi
menjadi “Rapat akan diadakan Jumat, 22 Oktober 2015”.
a.2 Kata penghubung atau konjungtif
Kata penghubung adalah kata yang menghubungkan satu
klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat
yang lain.5
Kata penghubung tersebut diantaranya:
(a.2.1) Bahwa : penghubung kalimat
induk (klausa utama) dengan anak kalimat (klausa tambahan). Contoh: “Kabar bahwa
gaji pejabat tinggi akan naik tidaklah benar”. Direvisi menjadi “Kabar, gaji
pejabat tinggi akan naik, tidaklah benar”
(a.2.2) Adalah, yaitu, yakni, dan merupakan
: penghubung dua klausa atau antara kalimat satu dengan kalimat yang lain yang
artinya sama. Contoh: “Soekarno adalah presiden pertama Republik
Indonesia”. Direvisi menjadi “Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia”
(a.2.3) Untuk, guna dan bagi :
penghubung antara 2 klausa atau kalimat
yang menyatakan tujuan atau peruntukan.
5Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia: Edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka,1998), hlm.206.
Contoh: “Sutiyoso mendeklarasikan diri untuk
menjadi calon presiden 2009-20014”. Direvisi menjadi “Sutiyoso mendeklarasikan
diri menjadi presiden 2009-2014”
(a.2.4) Telah, sedang dan akan : penghubung
yang meyatakan kejadian sudah terjadi, tengah terjadi dan belum terjadi atau
akan terjadi. Dalam penghubung ini adakalanya boleh ditanggalkan adakalanya
pula tidak boleh ditanggalkan. Contoh: “Sejumlah stasiun televisi telah menyiarkan
berita itu”. Dalam contoh kalimat tersebut tidak boleh ditanggalkan sebab
informasi mengenai waktunya akan menjadi ambigu (bermakna ganda). “Kemarin
presiden telah meresmikan usaha peternakan lebah di Bogor”. Contoh:
“Sejumlah stasiun televisi telah menyiarkan berita itu”. Dalam contoh
kalimat tersebut tidak boleh ditanggalkan sebab informasi mengenai waktunya
akan menjadi ambigu (bermakna ganda). “Kemarin presiden telah meresmikan
usaha peternakan lebah di Bogor”. Direvisi menjadi “Kemarin presiden meresmikan
usaha peternakan lebah di Bogor”. Bisa ditanggalkan kata telahnya sebab
keterangan waktunya telah diketahui, yaitu kemarin.
(a.2.5) Dari dan daripada :
penghubung yang biasanya digunakan secara berlebih-lebihan, yang tidak sesuai
dengan kaidah gramatikal bahasa baku. Dalam penghubung ini bisa ditanggalkan
dan tidak bisa ditanggalkan. Contoh: “Pidato dari presiden minggu lalu
tidak menyebut-nyebut masalah perubahan kabinet”. Direvisi menjadi “Pidato
presiden minggu lalu tidak menyebut-nyebut masalah perubahan” sedangkan kalimat
ini “Setiap pagi beliau berjalan kaki dari rumah ke kantor”, kata dari
dalam kalimat ini tidak bisa ditanggalkan sebab kata dari dalam kalimat
ini menyatakan asal kedatangan.
(a.2.6) Bantu bilangan
Dalam bahasa Indonesia lama/bahasa Melayu banyak
sekali kata bantu bilangan, yaitu: orang, ekor, kaki, sisir, buah, pucuk,
butir, biji, potong, iris, suap, kerat, batang, bentuk, utas, dan
lain-lain. Namun, dalm perkembangannya kata bilangan bantu tersebut yang
digunakan hanyalah orang, ekor, buah, biji, dan lembar. Simak
contoh kalimat berikut “Dua orang Tazania ditangkap polisi karena
kedapatan membawa sabu-sabu”.
Tidak bisa ditanggalkan sebab tanpa kata orang, kata
Tazania belum memiliki arti yang jelas. “Barang
bukti berupa satu buah cincin emas dan satu buah kalung disita
dari tersangka”. Direvisi menjadi “Barang bukti, satu cincin emas dan satu
kalung disita dari tersangka ”
(a.2.7) Di mana, dari mana, yang mana, hal mana,
apa dan kepada siapa : “Rumah di mana para tersangka teroris itu
bersembunyi digrebek polisi”. Harusnya kata di mana ditanggalkan dan
diganti tempat, “Rumah tempat para tersangka teroris itu bersembunyi
digrebek polisi”
(a.2.8) Kata jamak atau pluralis dan
bentuk ulang (semua, sebagian, sejumlah, banyak, seluruh, sekalian, para dan
sebagainya). Contoh: “Banyak guru-guru yang belum lulus sertifikasi
mempertanyakan nasibnya”. Kalimat ini terlalu berlebihan yaitu sudah ada kata
jamak (banyak) dan bentuk ulang (guru-guru) jadi, harus
ditanggalkan salah satunya, menjadi “Banyak guru yang belum lulus
sertifikasi mempertanyakan nasibnya” atau “Guru-guru yang belum lulus
sertifikasi mempertanyakan nasibnya”.
(a.2.9)
Mengenai, tentang, dan perihal.
Menurut kaidah tata bahasa Indonesia hubungan antara
kata kerja aktif transitif dan objek didalam kalimat harus bersifat langsung.
Contoh: “Tokoh politik itu membicarakan mengenai kebijakan
pemerintah di bidang keuangan dan ekonomi”. Kata mengenai sudah
sepatutnya untuk ditanggalkan, karena melanggar kaidah tata bahasa Indonesia.
(a.2.10) Kata hipernim dan hiponim
Dalam kajian semantik yaitu kajian tentang makna
dikenal dengan istilah superdionat untuk hipernim dan subordinat
untuk hiponim.
Hipernim adalah kata yang maknanya masih luas
atau umum, contoh: ikan; kata ikan ini mencakup ikan tongkol, ikan lele dan
lain-lain. Sedangkan hiponim adalah katanya sudah dipersempit, contoh: kakap;
kata kakap termasuk kedalam ikan. Contoh: “Para demonstran menadatangi kantor
walikota Surabaya naik kendaraan bus dan truk”, dalam kalimat tersebut
kata kendaraan harus ditanggalkan, karena kendaraan bentuk
hipernim dari bus dan truk.
b. Hemat kata secara gramatikal
Maksud dari hemat secara gramatikal
adalah upaya penghematan dengan memanfaatkan sarana morfologis dan sintaksis
selama yang diizinkan dalam tata bahasa Indonesia yang benar.
(b.1) Salah satu upaya hemat kata secara morfologis
adalah dengan menggunakan afiks (imbuhan) secara konsekuen, menurut kaidah
bahasa gramatikal yang ada. Misalnya dengan menambahkan prefiks (awalan) ber- memiliki
arti ‘naik…’
Apabila diimbuhkan dalam kata dasar yang menyatakan
kendaraan, contoh: Berkuda; artinya naik kuda, bersepeda; artinya naik
sepeda, dan lain-lain. Lalu apabila prefiks ber- diimbuhkan pada kata dasar
yang berobjek maka artinya memakai, contoh: berjilbab; artinya
memakai jilbab.
(b.2) Secara sintaksis yaitu dengan cara melepaskan
salah satu unsur kalimat atau lebih sehubungan dengan adanya kesamaan kalimat
(klausa) dengan klausa yang lain.
Contoh: “Rombongan pertama anggota DPR RI
melakukan studi banding di Cina” “Rombongan kedua anggota DPR RI studi banding
ke Inggris”. Dalam dua contoh kalimat tersebut dapat digabung dengan cara
melepaskan salah satu unsure predikat dan objeknya, menjadi “Rombongan pertama
anggota DPR RI melakukan studi banding di Cina, rombongan kedua ke Inggris”.
2.
Tepat Makna
Tepat makna atau lugas berkenaan dengan makna dari
kalimat, bahwa dalam bahasa jurnalistik itu bersifat lugas mudah
dipahami atau dimengerti. Lalu, apa pengertian dari lugas itu? Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia kata lugas berarti: mengenai yang pokok-pokok saja,
tidak menyimpang kesana-sini, apa adanya, serba sederhana, tidak berbelit-belit
objektif dan tidak bersifat pribadi. Artinya berita yang disampaikan sesuai
dengan fakta dan dapat diterima oleh pembaca sesuai yang diinginkan oleh
penulis.
Dalam prinsip tepat makna ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya:
a. Menggunakan kata-kata dengan kebenaran faktual, artinya kata yang sesuai
dengan objek empirisnya. Contoh: “Cianjur terletak di Jawa Tengah”, kalimat ini
tidak tepat makna sebab Cianjur terletak di Jawa Barat.
b. Menggunakan kata-kata bentuk gramatikal yang tepat. Contoh antara kata melemparkan
dengan melempari, dua kata yang berpasangan namun memiliki arti yang
berbeda. “Anggota Dewan yang marah melemparkan botol minuman ke arah
ketua sidang” dengan “Mereka melempari ketua sidang dengan botol
minuman”.
c. Menggunakan pilihan dari kata-kata bersinonim. Artinya setiap kata yang
biasa dianggap bersinonim itu memiliki makna yang yang sama, seperti mati,
meninggal, wafat, mampus, gugur, dan tewas. Dari keenam kata
tersebut hanyalah memiliki makna dasar yang sama yaitu ‘yang tadinya bernyawa
sekarang tidak bernyawa lagi’. Namun, secara sosial dan kultural kata itu masih
diperbedakan.
d. Menghindari bentuk-bentuk Ambigu. Ambigu adalah kata atau kalimat yang
mempunyai peluang untuk diartikan lebih dari satu makna. Contoh: “Budiono tolak
audit BPK” kalimat ini memiliki makna ambigu yaitu bisa bermakna “Budiono tidak
mau mengaudit BPK” atau “Budiono tidak menerima hasil audit BPK”. Lalu
konstruksi perbaikannya adalah “Budiono menolak mengaudit BPK” atau “Budiono
tolak hasil audit BPK”.
e. Menyusun kalimat yang cermat. Dalam rangka menerapkan prinsip tepat
makna, maka unsur subjek dan unsure predikat harus ada. Jika salah satu tidak
ada maka ketepatan makna kalimat menjadi terganggu. Contoh: “Dewasa ini sangat
kita rasakan kekurangan buku teks yang berbahasa Indonesia. Lebih menekan
perasaan itu jika justru yang berkurang atau tidak ada buku teksnya itu adalah
mata pelajaran bahasa Indonesia. Dan paling berat tekanan itu terasa, jika mata
pelajaran yang dimaksud adalah Kemampuan bahasa Indonesia”.
Dari paragraf tersebut dengan agak susah untuk dipahami
karena menggunakan sejumlah kata yang tidak tepat dan gayanya yang emosional.
Adapun paragaraf tersebut setelah direvisi menjadi “Dewasa ini sangat kita
rasakan kurangnya buku teks yang berbahasa Indonesia, lebih terasa lagi jika
justru yang kurang atau tidak ada buku teksnya itu adalah mata pelajaran bahasa
Indonesia. Lebih lagi, jika mata pelajaran yang dimaksud adalah Kemampuan
bahasa Indonesia”.
3.
Bahasa yang menarik.
Prinsip ini dibedakan atas:
a. Menarik pada judul berita
Judul berita adalah hal yang paling
penting, sebab pertama-tama yang ingin dibaca oleh orang adalah judul
beritanya, maka dari itu, judul berita harus dikemas semenarik mungkin. Salah
satunya dengan mengangkat tema yang luar biasa, karena sesungguhnya judul
berita dengan kejadian luar biasa adalah hal yang menarik daripada judul berita
dengan kejadian yang biasa (lumrah), seperti kejadian “anjing menggigit
orang” adalah kejadian yang biasa, namun berbeda dengan kejadian “orang
menggigit anjing” adalah hal yang luar biasa.
b. Menarik pada teras berita
Teras berita adalah paragraph pertama dari
berita yang berisi informasi mengenai bahasan yang akan dikemukakan dalam badan
berita. Contoh: “Lagi, kecelakaan di jalur busway. Samsudin (30 th), warga Rt
04 Rw 03 kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin pagi sekitar
pukul 8 ketika motong jalur busway di Matraman Raya, terpental dihantam bus
transjakarta sejauh 5 meter. Korban yang luka parah dilarikan ke RSCM. Kasusnya
ditangani polsek Matraman”.
Teras berita tersebut menarik, sebabnya
antara lain dimulai dengan kata “lagi” yang berarti kejadian itu pernah terjadi
atau biasa terjadi, begitu juga pada kata dihantam lebih menarik
daripada ditabrak, dan kata dilarikan, yang memberi makna cepat
atau segera daripada kata dibawa.
c. Menarik pada badan berita
Selain menggunakan kata-kata yang memiliki “gereget”
dalam penulisannya juga dapat melakukan hal-hal berikut.
(c.1)
Mendramatisasi kejadian. Artinya suatu kejadian tidak hanya dinyatakan dengan
kata-kata yang abstrak saja, namun juga didramatisasikan. Seperti: “Dalam
sidang kemarin seorang anggota dari fraksi X dengan kasar menginterupsi”,
melainkan lebih menarik jika didramatiskan menjadi “Dalam sidang kemarin
seorang anggota dari fraksi X sambil naik ke meja berteriak interupsi ketua
interupsi”.
(c.2) Mengkonkretkan kata abstrak.
Contoh: “Saksi korban kemarin diperiksa cukup lama”, kalimat masih abstrak,
karena belum diketahui secara pasti berapa lamanya. Menjadi “Saksi korban
diperiksa selama 8 jam dari pukul 9 pagi sampai pukul 19 malam”.
(c.3) Melakukan variasi pola kalimat.
Sebuah kalimat dasar memiliki pola struktur SPOK yaitu subjek, predikat, objek
dan keterangan. Untuk keterangan sendiri terdiri dari keterangan waktu, tempat,
cara, jumlah, dan sebagainya. Lalu, maksud dari variasi ini adalah apabila
suatu berita hanya disusun sesuai dengan pola dasar saja, maka kalimat-kalimat
dalam suatu berita tidak akan menarik, maka dari itu, dibutuhkan variasi dengan
mengubah pola susunannya. Contoh:
“Presiden
menerima Tim Delapan tadi pagi di istana negara”
S P O Ket. waktu
Ket. tempat
divariasikan susunannya menjadi “Presiden
tadi pagi di istana negara menerima Tim Delapan”.
(c.4) Menggunakan
variasi konjungsi atau kata penghubung.
Konjungsi dalam konteks-konteks tertentu
dapat ditanggalkan. Namun, kalau terpaksa digunakan demi menerapkan prinsip
tepat makna, maka sebaiknya menggunakan variasi untuk menerapkan prinsip bahasa
yang menarik. Jadi, apabila sudah menggunakan kata meskipun, maka dalam
kalimat lain menggunakan biarpun, sungguhpun, walaupun atau sekalipun.
(c.5) Penggunaan ungkapan, gaya bahasa, eufemisme
dan disfemisme. Keempat hal ini harus digunakan secara porsinya atau seperlunya
saja, karena apabila digunakan secara berlebihan, apalagi tidak dikenal umum,
tentu menjadi tidak menarik.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan
uraian diatas pada bagian pembahasan, disimpulkan bahwa bahasa Indonesia
jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh jurnalis Indonesia. Oleh
karena itu bagi jurnalis selain mengetahui makna jurnalistik, jurnalisme,
dan jurnalis, mereka juga harus mengetahui tentang penulisan jurnalisme
yang dibenarkan. Jurnalisme yang benar adalah jurnalisme yang harus sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia jurnalistik. Dengan menerapkan prinsip dari
bahasa jurnalistik; hemat kata, tepat makna dan bahasa yang menarik. Maka dengan
begitu tujuan utama dari jurnalistik akan terealisasi secara tepat, yaitu informasi
yang dikehendaki oleh penulis daoat dimengerti oleh pembaca tanpa adanya “miss
communication”.
B.
Saran-saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia: Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Anwar, Rosihan. 1991. Bahasa Jurnalistik
dan Komposisi. Jakarta:Pradnya Paramita
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa
Jurnalistik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rahardi, R. Kunjana. 2011. Bahasa
jurnalistik; pedoman kebebasan untuk mahasiswa, jurnalis dan umum. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Comments
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya, silahkan share tulisan ini jika bermanfaat bagi anda dan orangain yah, salam dari aku - Kumala :)