BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Problematika dakwah
terjadi sejak zaman nabi Adam A.S. terus berjalan sampai nabi Muhammad S.A.W.
hingga sekarang. Hiruk pikuk problem di setiap zamannya selalu berbeda dan semakin kompleks, namun dakwah Islam
bukan meredup akan tetapi semakin berkembang bahkan di seluruh belahan dunia.
Dakwah pada zaman sekarang
menghadapi banyak tantangn. Salah satu tantangan yang paling besar adalah
globalisasi. Arus globalisasi menjadikan manusia juga ummat Islam harus
mengikuti perubahan-perubahan yang cepat. Di sininlah peran dakwah dalam
masyarakat global dilakukan, diharapkan mampu menuntun manusia terutama ummat Islam
tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif.
Hal inilah yang menjadi latar belakang
analisis dari makalah ini, menegenai dakwah kepada msyarakat global.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dihasilkan suatu
rumusan yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk terfokusnya kajian makalah
ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Masyarakat
Global?
2. Bagaimana peran
globalisasi sebagai proses sosial?
3. Bagaimana pola-pola
hubungan masyarakat global?
4. Bagaiman keagamaan
pada masyarakat global?
5. Apa saja tantangan
dakwah di era globalisasi?
6. Bagaiman strategi
dakwah di era globalisasi?
BAB II
DAKWAH PADA MASYARAKAT GLOBAL
A.
Pengertian Masyarakat Global
1. Pengertian Masyarakat
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masyarakat adalah sejumlah manusia dan terikat
pada kebudayaan, hubungan, dan kepentingan bersama, serta melakukan interaksi
dalam kelompok tersebut. Sedangkan arti masyarakat dalam Alqur’an adalah:
Pertama, hakikat masyarakat dalam perspektif qur’an
diasosiasikan pada bentuk sifat dan tempat. Bentuk masyarakat majemuk, misalnya
digambarkan dengan istilah orang mukmin (mukminun), orang bertaqwa (muttaqun),
orang kafir (kaafirun), kaum munafiq (munafiquun), ahli dakwah surga (ahl jannah), ahli neraka
(ahl neraka), orang salih (shalihin), orang baik(muhsinun),
orang musyrik (musyrikun) dan berbagai term-term lain yang diasosiasikan
kepada komunitas atau kelompok umat manusia. Alqur’an menjelaskan konsep
manusia sebagai masyarakat yang memiliki keragaman budaya serta asasi dan
holistik.
Kedua, manusia berasal dari satu keturunan, terdiri
dari jenis laki-laki dan perempuan yang mengisi belahan planet bumi sebagai
bagian dari tanda kekuasaan Allah. Adapun yang membedakan sifatdan watak
kepribadian dari masyarakat itu sendiri dipengaruhi oleh sebab keturunan,
faktor lingkungan tempat masyarakat
berada serta faktor iklim dan cuaca.
Ketiga, keragamannya sifat-sifat fisik pada diri
manusia, diantaranya warna kulit dan bahasa yang digunakan.
Keempat, manusia diciptakan berjenis laki-laki dan
perempuan
(berpasangan),
membentuk komunitas menjadi beraneka ragam suku dan bangsa.
Kelima, manusia dianugerahi pedoman dan tuntunan serta
syariat, yang berupa kitab-kitab sebagai petunjuk manusia dan alam seisinya.
Keenam, manusia dengan potensi nafsunya (dorongan
psikis negatif) yang mendominasi akal sehat, sehingga cenderung menyimpang dari
tatanan kitab dan syariat samawi. Maka, dengan kesadaran dan proses
belajarnya manusia dibekali sikap
memilih.
2. Pengertian Global
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) global adalah
keseluruhan, meluas, secara garis besar, umum dan mendunia.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
masyarakat global adalah orang-orang yang dijangkau bukan lagi dari batasan
negara namun mendunia, mereka memiliki pemikiran yang luas, tidak lagi terbatas
pada batasan suatu negara. Mereka adalah masyarakat luas, yang modern dan
berpikir maju.
B.
Globalisasi Sebagai Proses Sosial
Daniell Bell, Jean Baudrillard, dan David Harvey melihat global
sebagai sebuah kondisi di mana masyarakat tidak lagi diatur oleh prinsip
produksi barang melainkan produksi dan reproduksi informasi di mana sektor jasa
menjadi faktor konsumen dan konsumen dan konsumsi massa mendominasi cita rasa
dan gaya.
Ada empat pandangan tentang
globalisasi sebagai realitas Sosial
1.
Globalisasi dianggap sebagai antitesis dari modernisme.
2.
Globalisasi dianggap tidak lebih sebagai peneguhan kembali logika
konsumerisme dari ideologi kapitalisme.
3.
Pandangan yang menganggap globalisasi sebagai sesuatu yang bersifat
positif dan merupakan kemenangan heterogenitas atas konsesesus.
4.
Globalisasi dianggap sebagai non konservatisme.
Globalisasi
memiliki peran penting dalam proses sosial karena globalisasi ikut serta dalam
hubungan masyarakat secara luas. Globalisasi memberi kemudahan kepada manusia
untuk berinteraksi di mana dan kapan saja. Dengan adanya globalisasi membuat
dunia semakin sempit tiada batasnya Hubungan
antarbangsa menjadi seperti hubungan
antartetangga. Tidak ada lagi sekat yang menghalangi pertukaran informasi
apapun, setiap orang bebas mengakses apa saja dan berkomunikasi secara cepat
C. Pola-Pola
Hubungan Masyarakat Global
Ciri-ciri masyarakat modern
Ada beberapa ciri masyarakat modern yang dikemukakan oleh Alex
Inkeles1998) di samping pentingnya pembuatan perencanaan seperti :
1. Kesediaannya untuk menerima pengalaman-pengalaman baru dan keterbukaannya
bagi pembaharuan dan perubahan,
2. Kemampuan untuk
memiliki ide atau pendapat tentang persoalan yang sedang berkembang baik yang
timbul di sekitarnya maupun di luar,
3. Bekerja secara terjadwal, menggunakan waktu secara efektif dan
efisien untuk kepentingan sekarang dan masa depan
4. Optimis
dapat memecahkan berbagai permasalahan hidup manusia,
5. Optimis
bahwa “keadaan dapat diperhitungkan” untuk dapat bekerja sama dengan pihak lain
melakukan kewajiban secara bertanggung jawab
6. Memiliki
kesadaran tentang harga diri dan menghargai diri orang lain terutama mereka
yang lemah,
7. Memiliki
kepercayaan pada pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
8. Percaya
pada perlunya keadilan dalam pembagian seperti pemberian ganjaran kepada mereka
yang bekerja dan berjasa.
D.
Keagamaan Masyarakat Global
Masyarakat Modern, menurut Peter L Berger
(1969), tidak begitu hirau lagi menjawab persoalan-persoalan metafisis tentang
eksistensi diri manusia, asal mula kehidupan, makna dan tujuan di jagat raya
ini. Kecenderungan ini terjadi karena proses rasionalisasi yang menyertai
modernitas telah menciptakan sekularisasi alam batin yang mengakibatkan
kehidupan kolektif manusia dan masyarakat modern menjadi hampa nilai dan makna.
Sekularisasi merupakan pemisahan antara
simbol-simbol religiusitas pada tatanan kehidupan dan kebudayaan masyarakat,
yang menjadikan agama semula membawa khabar dari langit (Wahyu), berganti
menjadi “rumor” yang samar-samar, dengan semangat sekularisasi modernitas ini
menjadikan manusia modern angkuh dan congkak, bahkan menapikkan Tuhan.
Dunia modern yang mengukir kesuksesan secara
materi dan karya ilmu pengetahuan serta teknologi, agaknya tidak memberikan cukup
bekal hidup yang kokoh bagi manusia, sehingga banyak orang modern tersesat
dalam kemajemukan dan kemodernan. Benar jika John Naisbitt dan Patricia
Aburdence mengatakan, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mengantarkan
kita tentang makna hidup yang sebenarnya.
Jika iptek tidak memberikan keterangan tentang arti
kehidupan yang menjadi hakikat hidup manusia, makainstitusi apa yang dapat
menjelaskannya? Agama dikedepankan sebagai salahsatu institusi yang mampu
menjawab masalah tersebut, walau masih terdpat sebagian kecil orang meragukan
eksistensi agama. Namun, esensi dan fungsi agama ternyata tetap diyakini oleh
orang-orang modern sebagai seseuatu yang penting dalam kehidupan. Dengan agama,
manusia menjadi memiliki rasa damai, tempat bergantung, bahagia dan memiliki
ketentraman hidup.
E.
Tantangan Dakwah di Era Globalisasi
Globalisasi menjadikan manusia lupa akan jati dirinya dan lupa akan
kebenaran serta selalu mengejar kemegahan untuk menuruti hawa nafsunya. Banyak
dari manusia sekarang tidak dilandasi iman yang kokoh sehingga terseret arus
perubahan. Selain itu, tatanan masyarakat semakin semrawut,. Banyak yang berani
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Perkembangan kontemporer tentang kehidupan masyarakat
diera sekarang sungguh menunjukkan fenomena yang menarik dan beragam secara
sosiologis kehidupan beragama. Di Indonesia sendiri yang memiliki kemajemukan
memiliki fenomena cukup menarik, diantaranya tingginya semangat para pemeluk
masing-masing agama untuk membumikan ajaran agama dalam kehidupan aktual
masyarakat, baik secara individu dalam kehidupan sehari-hari bahkan pada aspek-aspek
yang bersifat fundamental. Didalam kalangan elit dan perkotaan yang sekarang
lebih dominan menonjolkan identitas baru mereka dengan menggambarkan spiritual
yang tinggi pada diri mereka. Hingga gejala kehadirannya gerakan-gerakan yang
bersifat transfornatif dalam wilayah praksis. Di antara fenomena itu merupakan gejala dari semaraknya beragama
yang dinilai positif, sebab fenomena kesadaran beragama itu setidaknya menepis
kemungkina proses sekulerisasi yang dibawa oleh kehidupan modern yang dikhawatirkan
dapat memberi benih dan dampak sekularisasi.
Gejala positif keberagamaan dan perkembangan pemikiran
agama yang lebih peduli pada pencerahan kehidupan umat manusia, selain
menghadapi tantangan dengan ancaman sekulerisme dan budaya inderawi lainnya
dalam alam pikiran modern yang naif. Pada saat yang sama, juga mengalami
tantangan yang baru yang berupa formalisme dan politisasi agama. Gejala
formalisme agama merupakan kecencerungan menampilkan bentuk-bentuk verbal atau
formal dari suatu agama, namun jarang mereduksi substansi ajaran agama itu
sendiri, akibatnya terjadi pendangkalan dalam memahami agama dan pengamalannya.
Sedangkan politisasi agama merupakan menjadikan agama sebagai alat legitimasi
perjuangan kekuasaan (power srtuggle). Politisasi agama dalam
tindakan-tindakan politik pada akhirnya bertemu pula dengan sekularisasi
politik, sehingga yang muncul
kepermukaan adalah arogansi kekuasaan atasnama agama. Kekuasaan politik
memperoleh sejumah idiom dan simbol-simbol religi-magic yang demikian absah,
hingga melahirkan praktik kekuasaan sewenang-wenang dan berkuasa untuk seumur
hidup.
Krisis kemanusiaan modern saat ini menjadi masalah yang
kompleks yang mempertemukan faktor alam pikiran dengan faktor struktural dan
kultural yang melahirkan krisis sistematik dalam kehidupan masyarakat modern.
Dalam kondisi yang saling berkaitan semacam itulah maka dapat disaksikan dalam
berbagai bentuk seperti kriminalitas, kekerasan, penggusuran dan patologi
sosial yang meluas dalam kehidupan manusia.
Dunia
modern saat ini makin menunjukkan kecenderungan yang serba canggih dan
keberagamannya konflik atau masalah yang terjadi. Kriminalitas yang tumbuh dari
perkotaan hingga pedesaan, pembunuhan, perkelahian, kasus narkotika hingga
kehidupan perkotaan yang semakin keras dan saling memangsa. Sehingga
memunculkan penyakit keterasingan yang mengakibatkan manusia secara mudah
merusak alam dan kekayaan yang terkandung di bumi ini.
Problem modernitas yang
dihadapi dunia kemanusiaan dewasa ini bukan semata-mata karena manusia bersikap
serba rasional, melaikan disebabkan karena rasionalitas manusia modern
yang telah melahirkan ambisi-ambisi
mereka yang serba eksploitatif yang lebih mengabaikan kebajikan dan kearifan.
Ketika globalisasi dijadikan
sebagai alat, maka globalisasi tersebut sangat netral. Artinya ia berarti
mengandung hal-hal yang positif, ketika dimanfaatkan untuk tujuan yang baik.
Sebaliknya ia juga dapat berakibat negative, ketika hanyut kedalam hal-hal
negatif. Globalisasi akan tergantung kepada siapa yang menggunakan dan untuk
keperluan apa serta tujuan kemana ia dipergunakan, jadi sebagai alat dapat
bermanfaat dan dapat pula mudarat. Terobosan teknologi informasi dapat pula
dijadikan alat untuk dakwah Islam, dalam waktu yang bersamaan dapat pula
menjadi boomerang atau ancaman dakwah.
Sedangkan ketika
globalisasi sebagai ideologi yang menilai bahwa dia akan merasa naik gengsinya
jika mengikuti gaya hidup global. Akibat perkembangan teknologi seperti
internet juga menyebabkan kemudahan dalam eksploitasi tubuh dan perdagangan
perempuan serta anak melalui dunia maya. Ini juga diakibatkan oleh rentannya
kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Anak menjadi tidak betah di rumah
sehingga turun kejalan, dan istri mencari pekerjaan di luar akibat kekerasan
ekonomi yang dialami ini tidak lain karena derasnya laju arus transformasi
global. Ini kalau tidak segera ditangani juga tidak mustahil lagi bila suatu
saat juga akan terjadi pendangkalan dalam Islam. Islam tidak akan bisa bertahan
apabila Islam tidak bisa memperkaya hasanah keIslaman, dan tidak mampu
mengatasinya. Itulah diantara fenomena saat ini dimana diera informasi yang
begitu mengglobal semua bias kita lakukan dan kita akses dengan mudahnya. Agama
(Islam) merupakan tatanan yang mengintregrasikan manusia dalam kehidupan
masyarakat. Banyak sekali manusia tidak merasa bangga kalau dikatakan tidak
beragama (ateis), bahkan mungkin merasa sangat tersinggung karenanya padahal
diakui atau tidak sadar atau tidak banyak diantara kita yang mengakui beragama Islam
akan tetapi tidak pernah melakukan dan mengerjakan apa yang sudah menjadi
ajaran agama itu sendiri dan tak ubahnya Islam hanya sebatas dalam kartu
pengenal atau KTP.
Ada satu pertimbangan
yang layak direnungkan yakni agama, Islam sebagai agama inklusif tentu tak
mungkin menolak suatu budaya hanya semata-mata karena ia berasal dari luar. Islam
akan menelaah budaya maupun peradaban tersebut, memilih-milih kandungannya
secara seksama dan mengambil elemen-elemen yang bernilai positif dan bermanfaat
dalam dinamika kehidupan. Selanjutnya globalisasi dibidang budaya maupun
peradaban Islam, bila hal ini didefinisikan sebagai upaya mewujudkan suatu
budaya masyarakat yang Islami yang bertujuan membangun kesadaran setiap
individu maupun tujuan-tujuan membangun kebersamaan demi kemanusiaan.
Maka, dibutuhkan
pendalaman dalam memahami agama Islam, agar manusia tidak hidup salah kaprah
dan berjalan sesuai dengan petunjuk hidup. Dengan kehadiran agama diharapkan
mampu mengembangkan sikap keagamaan yang dibangun diatas basis teologi yang
positif tetapi salih, agar dunia modern yang multi wajah ini dapat dimakmurkan
dengan benar dan membawa rahmat dalam kehidupan umat manusia. Sosok manusia
salih dibutuhkan untuk mengolah kehidupan dunia yang konkret, yaitu manusia
yang beriman kepada Allah dan hari akhir senantiasa melaksanakan amar makruf
dan nahi munkar. (QS. Ali Imron: 114).
Untuk itu, dalam rangka melahirkan masyarakat
humanis dimana masyarakat berperan sebagai subyek dan bukan objek, dibutuhkan
munculnya da’i partisipatif yang mampu memfasilitasi masyarakat untuk memahami berbagai
masalah, menyatakan pendapat, merencanakan prospek ke depan, dan mengevaluasi
transformasi global yang kita kehendaki dan akhirnya masyarakat yang menikmati
hasilnya. Karakteristik dakwah tersebut ditandai hubungan yang terbuka dan
saling menghargai antara da’i dan masyarakat. Isu sentralnya adalah masyarakat
dan pengalaman mereka, bukan da’i dan persepsinya. Materi dakwah yang
disodorkan dari luar kepada masyarakat untuk diinternalisasikan Dari situlah
masyarakat didorong untuk memiliki kesadaran kritis memandang kehidupan seta
memperbaiki keadaan.
Dalam perspektif ini,
maka gerakan dakwah Islam yang transformatif digunakan dalam rangka peneguhan
secara substantif dan kualitatif dalam keberagaman yang terjadi, hususnya umat Islam
itu sendiri. Dakwah Islam transformatif adalah dakwah Islam yang dilakukan
bukan hanya mengandalkan diatas mimbar sebagai aktor panggung yang jauh dari
persoalan umat, namun juga menjadi uswah hasanah yang menjadi obor
kebijakan yang mencerahkan kehidupan bag i orang banyak.
E. Strategi Dakwah pada Masyarakat Global
Ummat
Islam wajib menjawab tantangan dakwah di era globalisasi secara serius. Harus
ada usaha yang lebih intensif dan profesional dalam mengembangkan dakwah di
zaman sekarang ini, diantaranya:
1.
Memperkokoh Ummat Islam
Rasulullah mengisyaratkan kepada ummat Islam agar memperkokoh
persatuan. Hal ini bertujuan untuk menghadpi maslah baik secara internal maupun
eksternal.
2.
Meningkatkan Perjuangan Ulama
Ummat Islam, khususnya ulama wajib
menyebarkan dan mengamalkan seluruh Al-Qur’an dan As-Sunnah serta seluruh
aqidah Islam agar sadar akan jati dirinya sehingga tidak mudah tergerus oleh
perubahan zaman.
3.
Memelihara Aqidah Ummat
Ummat Islam harus senatiasa menjaga aqidah Islam agar tidak
dilecehkan kaum nonmuslim.
4.
Memotivasi Penguassan Iptek
Ummat Islam harus berupaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui sistem pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Ummat Islam
harus didorong memelajari ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.
Melatih Keterampilan Kerja
Membina generasi muslim dengan latihan keterampilan kerja agar
tidak lemah menghadapi tuntutan ekonomi dan bergairah menyongsong masa depan.
6.
Meningkatkan Keikhlasan dan Kesabaran
Sukses tidaknya perjuangan ummat Islam sangat bergantung pada
usahnya. Ummat Islam harus aktif, inovatif, produktif, dan aspriatif dalam
berdakwah. Selain itu, juga diperlukan kesabaran dalam menghadapi perubahan
nili dam berbagai kehidupan. Dengan
ikhlas dan bertawakkal kepada Allah, ummat Islam harus berupaya semampunya. 7
7Badruddin
Hsubky, Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hlm. 136-140.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas pada bagian pembahasan, disimpulkan bahwa masyarakat
global adalah masyarakat yang modern, yang berpikiran maju dan luas. Dalam
menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial dan latar
belakang budaya, serta zaman yang menawarkan modernitas, para da’i harus
memiliki strategi yang jitu dalam melaksanak dakwahnya.
B. Saran
Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2011. Dakwah Kontemporer;sebuah studi
komunikasi . Yogyakarta: PT Graha Ilmu.
Aripudin, Acep. 2012. Dakwah Antar Budaya . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hamidi. 2010. teori Komunikasi dan Strategi Dakwah. Malang: UMM Press.
Haris,
Busyairi. 2012. Dakwah Kontekstual Sebuah Refleksi Pemikiran Islam
Kontemporer.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hsubky,
Badruddin. 1995. Dilema Ulama
dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gema
Insani Press.
Jauhari, Imam B. 2012. Teori
Sosial Proses Islamisasi Sistem Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jurnal Stain
Kudus, Tantangan dakwah di era
globalisasi, journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/download/603/616, diakses 13/0317
Nashir, Haedar.
1997. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Acep Aripudin, Dakwah Antar Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012). hlm. 28
Comments
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya, silahkan share tulisan ini jika bermanfaat bagi anda dan orangain yah, salam dari aku - Kumala :)