“BUDAYA KONDANGAN bukanlah MEMBERI
SUMBANGAN”
Budaya adalah segala sesuatu yang
dijadikan sebuah kebiasaan yang diturun temurunkan oleh nenek moyang hingga
menjadi adat istiadat oleh generasinya. Di Indonesia banyak sekali jenis dan
macam budaya, segala aktivitas atau kegiatan apapun yang senantiasa tidak
pernah absen dari bumi ini maka itulah yang disebut budaya. Dari sekian ribu
aktivitas hasil dari nenek moyang; budaya dan dinilai relevan hingga sekarang salahsatunya
adalah kondangan.
Kondangan
merupakan salahsatu budaya yang diwariskan oleh nenek moyang, dan entah sejak
kapan budaya kondangan diartikan sebagai ajang menyumbang. Padahal jika dikaji
ulang, esensi dari kondangan adalah menghadiri sebuah acara hajatan untuk
memberi doa dan restu kepada shohibul hajat, juga tidak lepas dengan
niatan untuk menyambung silaturahim dan tegur sapa dengan siapapun yang
diundang. Bukankah dalam undangan pernyataan yang paling bawah tertera mohon
doa restu dan mengundang segenap keluarga? Itulah makna sesungguhnya,
mengabarkan sesuatu kepada oranglain dengan harapan agar mereka hadir dengan
menggenggam doa serta restu.
Namun,
jika kita tarik kedepan tepatnya dizaman sekarang, agaknya undangan sudah
beralih fungsi menjadi meminta sumbangan. Mengapa demikian, karena kedatangan
undangan turut memberikan rasa beban kepada siapapun yang menerimanya, hingga
tak heran jika ada pernyataan ‘semakin banyak undangan, semakin banyak pula pengeluaran.’
Inilah yang terjadi sekarang, keberkahan hilang saat adanya pemaksaan dan ini
terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara esensi dengan eksistensi dari
kondangan. Jika budaya seperti itu tetap dijalankan, saya rasa akan menjadi
beban bagi siapa saja yang tidak berkecukupan atau memiliki harta lebih untuk
disalurkan kepada shohibul hajat, yang pada akhirnya
dengan terpaksa merelakan untuk tidak menghadiri undangan tersebut.
Bicara
mengenai kondangan, juga tak luput dari perbicangan ibu-ibu rumah tangga yang
merasa berhutang dan memiliki tanggungan untuk mengembalikan sesuatu yang sama
dengan nilai yang sama pula kepada orang lain. Saya tidak setuju, jika dari
kondangan beralih ke memberi sumbangan, harusnya kata sumbangan diiringi dengan
rasa ikhlas tanpa ada harapan untuk mendapatkan balasan yang sama. Jadi, yang
seharusnya diniatkan dalam menjalankan budaya kondangan supaya sesuai dengan
esensi yang sebenarnya adalah shohibul hajat tidak begitu mengharapkan pemberian
dari tamunya, dan tamu menghadiri dengan membawa doa serta restu kepada shohibul
hajat, namun jika berkenan memberi sesuatu maka niatkan bahwa itu sebuah
hadiah kepada shohibul hajat atas hajat yang telah ia diwujudkan.
Comments
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya, silahkan share tulisan ini jika bermanfaat bagi anda dan orangain yah, salam dari aku - Kumala :)