Karakteristik
Ahlussunnah Wal Jama’ah;
Dalam
Bingkai Mabadi Khoira Ummah ala Nahdlatul Ulama’.
Nahdlatul Ulam adalah Jam’iyah Diniyah
Islamiyah, didirikan oleh para ulam yang memiliki kesamaan visi dan misi
keagamaan Islam Ahlussunnah Waljama’ah. Paham ini bersumber dari sebutan yang
dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW., yaitu Ahlussunnah “Ma ana alaihi al
yauma wa ashhaabi” yang berarti bahwa “Apa yang aku berada diatasnya
bersama sahabatku”, dengan kata lain ASWAJA adalah ajaran (wahyu Allah) yang
Muhammad SAW. sampaikan kepada para sahabatnya dan diamalkan oleh nya bersam
para sahabatnya. Intinya terletak pada keterpaduan iman, islam dan ihsan yang
tercermini pada cara berpikir, bersikap dan berperilaku dalam selurh aspek
kehidupan.
Untuk mewujudkan dan mngamalkan ajaran ASWAJA
tersebut, segenap anggota jam’iyah NU terpanggil untuk menjadikan dirinya
sebagai pelaksana dan pelaku tugas misi Jam’iyah sesuai dengan tanggung jawab
mereka masing-masing.
Syarat mutlak bagi segenap anggota Jam’iyah
terutam para pemimpin harus memiliki karakter Pejuang. Karena
pada hakikatnya Jam’iyah NU adalah medan pengabdian dan perjuangan.
Tidak masuk akal apabila seorang pemimpin tidak memiliki karakter pejuang yang
tercermin pada kepribadiannya.
Kepribadian dan identitas pejuang NU itulah
yang menandai karakteristik yang berbeda dengan orang lain dalam praktik
sehari-hari didalam melaksanakan ibadah dan muammalah.Itulah yang sbeenarnya menjadi tujuan NU yang sejak
awal berdirinya dikenal dengan “Mabadi
Khaira Ummah”.
A. Mabadi Khaira Ummah sebagai Misi Nahdlatul
Ulama
1.
Pengertian,
Tujuan dan Prinsip-Prinsip Mabadi Khaira Ummah
a.
Pengertian
Mabadi Khoira Ummah
Mahadi Khaira Ummah adalah
Prinsip-prinsip –dasar yang melandasi terbentuknya umat yang terbaik.
Gerakan
Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik
(khaira ummah) yaitu seuatu umat yang mampu
melaksanakan tugas-tugas Waljama’ah yang merupakan bagian terpenting
dari kiprah NU. Kedua sendi tersebut mutlak diperlukan dalam menopang terwujudnya
tata kehidupan yang diridhai Allah Swt. sesuai denagn cita-cita NU.
Amar Ma’ruf adalah
mengajak dan mendorong perbuatan, baik yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi
dan ukhrowi. Sedangkan Nahi Munkar adalah menolak dan mencegah segala
yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan nilai-nilai kehidupan dan
kemanusiaan.
Oleh karena itu, Ama Ma’ruf Nahi Munkar
merupakan dua sendi yang tidak dapat dipisahkan untuk mencapai kebahagiaan
lahiriyah dan bathiniyah. Prinsip dasar yang melandasinya disebut Mabadi Khaira
Ummah. Kalimat Khaira Ummah diambil dari kandunga nAlquran Surat Ali Imran ayat
110 :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّه ... ِ
“Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...”(QS. Ali Imran:110)
b. Tujuan dan Mabadi Khaira
Ummah
Sebagaimana dijelaskan diatas, gerakan Mabadi Khaira Ummah
yang ertam diarahkan kepada penggalangan warga untuk mendukung program
pembangunan ekonomi NU. Program ini menjadi perhatian serius saat ini, sebagaimana
hasil keputusan Muktamar NU ke 28 di Yogyakarta tahun 1989 yang
mengamanatkan kepada Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) agar menangani masalah sosial dan ekonomi secara lebih
bersungguh-sungguh.
Sementara itu, kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin
berkembang. NU telah tumbuh menjadi satu organisasi masa besar. Meskiu tingkat
kohesi kultural diantara warga sangat tinggi, kita tidak dapat mengingkari
kenyataan, betapa lamban proses pengembangan tata organisasinya. Dihampir semua
tingkat kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen
sebagai problem serius. Menyongsong tugas-tugas berat dimasa datang, persoalan
pembinaan tata organisasi ini perlu segera ditangani.
Jika ditelaah lebih dalam, nyatala-h bahwa prinsip-prinsip
dasar yang terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat
relevan dengan organisasi usaha _(bisnis) maupun organisasi sosial lainnya.
Manajemenn organisasi yangbaik juga harus berkarakter terpuji dan bertanggung
jawab. Dalam pembinaan organisai NU, kualitas sumberdaya manusia semacam ini jelas
diperlukan.
Dengan demikian, gerakan Mabadi
Khaira Ummah tidak saja relevan dengan
program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan oraganissi pada umumnya. Keduanya
ini akakan menjadi arah strategis pbangitan embali gerakan Mabadi Khira Ummah kita nantinya, disamping bahwa sumberdaya manusia yang
dapat dikembangkan melalaui gerakan ini pun akan menjadi kaer-kader unggul yang
siap berkiprah aktif dalam mengikhtiarkan kemaslahatan uaumat,bangsa dan negara
pada umumnya.
c. Prinsipprinsp Mabadi Khaira
Ummah
Pada Musyawarah Nasional Alim Ulama’ NU di Lampung 1992, gerakan Mabadi Khaira Ummah kembali dimunculkan
ke permukaan dan bahkan lebih dikembangkan lagi. Mabadi Khaira Ummah yang pada asalnya hanya terdiri atas
tiga prinsip, yaitu:Asshidqu,
Al Amanah Alwafa bil Ahdi dan Atta’awun seba gaimana yang dirumuskan
oleh KH. Mahfudz Shiddiq selaku Ketua PBNU 1935. Kemudian dalam Munas
Alim Ulama’ dan Konbes NU di Bandar Lampung tahun 1992, tiga prinsip tersebut
ditambah dua poin lagi yaitu Al Adalah dan Al Istiqomah, sehingga menjadi lim prinsip yang disebut dengan Mabadi Khamsah.
B.
Uraian dan
pemasyarakatan Mabadi Khaira Ummah
Pada
pembahasan ini akan diuraikan maknamakna yang terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah,
yaitu:
1.
Ash-shidqu (الصِّدقُ ) :
Memiliki Integritas Kejujuran
Asshidqu diartikan kebenaran,
kenyataan, kesungguhan dan keterbukaan.
Asshidqu berarti memiliki integritas kejujuran, yang berarti
dalam :
a. Kejujuran dan
kebenaran
Satunya kata antara perbuatan,
ucapan dan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang dibatin. Jujur dalam
arti
o
Jujur
pada diri sendiri
o
Tidak plin-plan
o
Tidak
dengan sengaja memutar balikkan fakta
o
Tidak
memberikan informasi yang menyesatkan
( di
aplikasikan juga dalam bertransaksi dan bertukar fikiran)
Jujur bertransaksi
artinya menjauhi segala bentuk
penipuan demi mengejar keuntungan.
Jujur
dalam bertukar fikiran artinya mencari maslahat (Kebaikan)
dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Adapun firman
Allah Surat At Taubah ayat 119:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”
Sabda
Rasulullah saw:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ،
وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ
وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا (متفق عليه)
“Tetaplah kamu jujur(benar),
karena jujur itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu menunjukkan
kepada surga. Seorang laki-laki senantiasa jujur dan mencari kejujuran sampai
dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.” (HR. Muttafaq alaih).
b. Kesungguhan
Berarti berusaha dengan sungguh-sungguh (Mujahadah)
dalam melaksanakan berbagai ikhtiar dan tugas, baik berhubungan dengan Allah
swt. (Hablum minallah) maupun berhubungan dengan manusia/tugas-tugas
kemasyarakatan (Hablum Minan nas) . sabda Rasulullah saw.,:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا،
وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ
حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا وَعَدَ
أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ "(رواه بخارى)
Diceritakan
dari Abdillah ibnu Umar, Rasullulah saw., bersabda :
“Empat hal yang apabila ada pada
seseorang maka orang itu menjadi munafiq murni, dan apabila seseorang memiliki
satu sifat dari empat hal itu maka ia memiliki satu sifat munafiq sampai ia
meninggalannya. Empat hal itu adalah apabila dipercaya ia berkhianat, apabila
berbicara ia dusta, apabila berjanji ia menghianati, dan apabila bermusuhan ia
berbuat jahat”. (HR. Bukhari)
c. Keterbukaan
Berarti sikap yang lahir dari kejujuran demi
menghindarkan saling curiga, kecuali yang harus dirahasiakan karena alas an
pengamanan dan karena tidak semua keadaan harus diberitakan, sebagaimana
petunjuk Allah swt.,
أُولَئِكَ
الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Mereka itulah
orang-orang yang benar(imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” ( QS. Al Baqarah :
177)
Keterbukaan ini bisa menjadi factor yang menjaga kohesivitas organisasi
dan sekaligus menjamin berjalannya fungsi kontrol. Sedang menyembunyikan
informasi harus mengacu syara’(syariat) misalnya : demi mengusahakan perdamaian
dan memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum.
Ash-shidqu
(الصِّدقُ
) merupakan salah
satu sifat wajib Nabi diterangkan dalam Al Qur’an:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا
“Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al- Quran)
ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi.” (QS. Maryam:41)
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ
وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا
“dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail
(yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar
janjinya, dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi.”
(QS. Maryam:54)
Kebalikan dari Ash-shidqu adalah Al
Kidzbu (الكِذْبُ) dusta, bohong. Sifat Mazmumah (tidak terpuji dan termasuk
tanda-tanda orang munafiq. Sabda Rasul saw., :
عَنْ عَبْدِ اللهِ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي
إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ
حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ،
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ
اللهِ كَذَّابًا» (متفق عليه)
Diceritakan
dari Abdillah, beluau berkata” Rasulullah saw bersabda : “Tetaplah kamu
jujur(benar), karena jujur itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu
menunjukkan kepada surga. Seorang laki-laki senantiasa jujur dan mencari
kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur,dan jauhilah
sifat dusta, karena dusta itu menunjukkan kepada durhaka, dan durhaka itu
menunjukkan kepada neraka. Seorang laki-laki senantiasa dusta dan mencari
kedustaan sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang dusta”. (HR. Muttafaq
alaih)
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " آيَةُ
المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ "(متفق عليه)
Dari Abi Hurairah Bani saw., bersabda : “Tanda-tanda
orang munafiq itu ada tiga: apabila berkata berdusta, apabila berjanji tidak
ditepati, dan apabila dipercaya selalu berkhianat”(HR. Bukhari – Muslim)
2. Al amanah wal wafa bil ahdi (اَلأَمَانَهْ وَالْوَفَى
بِالْعَهْدِ) : Terpercaya
dan Taat memenuhi Janji
Pada
butir ini ada dua istilah yang terkait :
a. Al
amanah (اَلأَمَانَهْ )Terpercaya
artinya semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak.
b. wafa bil ahdi (َالْوَفَى بِالْعَهْدِ ) berkaitan dengan perjanjian artinya menepati jani
jika memang ada janji.
Dapat dipercaya /terpercaya artinya disiplin dalam tugas
dan tanggung jawab yang dipikulnya, terhindar dari segala bentuk pembengkelaian
dan manipulasi tugas atau jabatan.
Firman Allah swt., :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya.” (QS. An Nisa’:58)
Sabda Rasul saw., :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ، وَلَا تَخُنْ مَنْ
خَانَكَ»
Dari Abi Hurairah ra. Berkata “Nabi saw., bersabda: “Sampaikanlah
amanat itu kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan jangan
mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu.” (HR. Turmudzi)
Lawan dari Amanah adalah Khianat (unsur Munafiq)
- Setia mengandung pengertian kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan
Pimpinan/penguasa sepanjang tidak memerintahkan untuk berbuat
maksiat(mendurhakai Allah).
Firman Allah an Nisa’ 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”
- Tepat janji mengandung arti Melaksanakan semua perjanjian baik
janji yang dibuatnya sendiri maupun perjanjian yang melekat karena kedudukan
sebagai
a. Mukallaf
b. Pemimpin terhadap yang dipimpinnya
c. Janji antar sesama anggota masyarakat (kontak
sosial)
d. Janji antar sesama anggota keluarga dan
setiap individu yang laen
Menyalahi janji termasuk unsur Munafiq firman Allah
swt., :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akadmu itu”
(QS. Al Maidah:1)
Ketiga sifat diatas menjamin integritas pribadi dalam menjalankan
wewenang dan dedikasi terhadap tugas, sedangkan al amanah wal wafa bil ‘ahdi
itu sendiri, bersama ash-Shidqu secara umum menjadi ukuran kredibilitas yang
tinggi di hadapan pihak lain, yaitu syarat penting dalam membangun kerja sama.
3. At ta’awun(أَلتَّعَاوُنُ) : Saling Menolong
Mengandung pengertian tolong
menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam mewujudkan kebaikan dan
ketaqwaan.
Imam
Mawardi mengaitkan pengertian kebaikan (Al Birr) dengan kerelaan
manusia, sedangkan ketaqwaan(at Taqwa) dengan kerelaan Allah
Prinsip ta’awun menjunjung tinggi
sikap solidaritas sesame manusia dan berinteraksi bahu membahu dalam hal
kebaikan, baik bersifat material maupun spiritual.
Sebaliknya at taawun bukan prinsip
dasar untuk menopang tindakan destruktif yang dapat memperburuk kondisi social
budaya masyarakat.
Juga mengandung pengertian timbal balik
dari masing-masing pihak untuk saling memberi dan menerima. Makanya sikap ini
mendorong untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu agar
dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.
Mengembangkan sikap at Taawun
juga berarti mengupayakan konsolidasi. Firman Allah swt., :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya” (QS. Al Maidah :2)
Sabda Rasul sw., :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «...... وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ
أَخِيهِ.(رواه مسلم)
“Dari Abi Hurairah ra. berkata: Rasul saw., bersabda
“... Allah selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong
saudaranya”. (HR. Muslim)
4. Al
Adalah (أَلْعَادَلَةْ) : Tegal
Lurus dalam menegakkan rasa Adil dan Keadilan
Mengandung arti Obyektif, proporsional dan taat asa.
Istilahnya mengandung pengertian bersikap adil dan
memberikan hak dan kewajiban secara proporsional. Hak adalah sesuatu yang mesti
diperolehnya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakannya.
Pelaksanaan keduanya bagi setiap orang disesuaikan dengan kepatutannya.
Firman Allah swt.,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan
(QS. An Nahl : 90)
Butir ini mengharuskan seseorang berpegang kepada
kebenaran yang obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat
pengaruh emosi, sentimen pribadi atau kepentingan egoistik. Distorsi semacam
ini dapat menjerumuskan orsng ke dalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap
terhadap suatu persoala. Buntutnya bukan saja tidak menyelesaikan masalah,
tetapi bahkan menambah keruwetan. Lebih-lebih jika persoalannya menyangkut
perselisihan atau pertentangan di antara berbagai pihak.
Dengan sikap obyektif dan proporsional, distorsi
semacam ini dapat dihindari. Firman Allah swt., :
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
”Dan apabila kau menetapkan hukum antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil.”(QS. An Nisa’ : 58)
Selanjutnya Firman Allah swt., :
وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
”Dan berlaku adillah, sesunguhnya Allah menyukai
orn-orang yang berlau adil.”
(QS. Al Hujurat : 9)
Implikasi lain dari al ’adalah yaitu keetiaan
pada aturan main (correct) dan rasional dalam membuat keputusan,
termasuk dalam alokasi suberdaya dan tugas.
Prinsipnya
The right man on the place(menepatkan personal sesuai dengan
kecakapannya). Kebijakan dalam menyelesaikan masalh memang diperluka, tapi
harus berlandaskan kesepakatan bersama.
5. Al
Istiqomah (أَلاِسْتِقَامَهْ) : Konsisten
Mengandung pengertian konsisten, ajeg,
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Keajegan adalah tetap dan tidak bergeser jalur(Thariqoh)
sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah swt ,Rasul-Nya, para Ulama salaf (Salaf
al salih)dan aturan yang telah disepakati bersama.
Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan
dengan kegiatan lain dan antara periode satu dengan periode yang lain. Sehingga
semuanya merupakan satu mata rantai yang tak terpisahkan dan saling menopang.
Berkelanjutan(Kontinuitas) adalah proses
pelaksanaan secara terus menerus dan tidak mengalami
kemandegan(statis).berjalan maju bukan jalan ditempat.
Firman Allah swt.,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ
الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".(QS. Fushilat :30)
Sabda Rasul saw., :
عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: وَكَانَ يَقُولُ: «أَحَبُّ الْعَمَلِ إِلَى اللهِ
مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ، وَإِنْ قَلَّ) (متفق عليه)
“Sebaik-baik amal menurut Allah adalah yang dilakukan oleh
pemiliknya(pelakunya)terus menerus walaupun sedikit. (HR Muttafaq
Alaih)
Strategi Pemasyarakatan Mabadi Khaira Ummah
Sebagai nilai-nilai universal sosialisasi nilai tersebut harus dimulai
dari warga NU sendiri, supaya bisa berperan positif ditengah-tengah masyarakat,
sehingga seluruh jamaah NU dapat mewarnai dan menjadi acuan bagi terbentuknya
tatanan khaira ummah (Ummat terbaik) dalam kehiupan berbangsa, dan bernegara.
Dalam konteks kekinian disebut istilah masyarakat madani.
Dalam tataran implementasi, Mabadi Khaira Ummah berkaitan dengan konsep Amar
Mak’ruf nahi munkar sebagaimana dikenalkan dalam Al Qur’an QS. Al A’raf :
157
...
يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ
الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ ...
“memerintahkan
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk.”
Amar makruf nahi
munkar merupakan unstrumen gerakan NU dan sekaligus menjadi barometer
keberhasilan Mabadi Khaira Ummah.
Maka klasifikasi
komunitas khaira ummah adalah kelompok yang mampu melakukan amar makruf nahi
munkar.
Aktualisasi
doktrin ini memerlukan pemahaman dan perhitungan yang cermat, mengingat sangat
berkaitan dengan realitas social.
Perilaku amar
makruf adalah upaya memberikan motivasi kepada masyarakat agar berbuat baik
dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik fisik maupun metafisik,maksudnya
setiap umat islam memilikimkewajiban moral unuk melakuka aktivitas yang dapat
memberikan implikasinya positif bagi masyarakat sekitarnya. Segala aktivitas
individu diupayakan mempunyai basis social yang cukup tinggi. Sehingga kemajuan
yang diraih oleh seseorang secara otomatis memberi dampak kemajuan bagi orang
lain. maka dari interaksi individu (Ukhuwah Islamiyah) akan tercipta interaksi
social (Ukhuwah insaniyyah) dalam bingkai menuju cita-ita masyarakat
madani (Ukhuwah wathaniyyah).
Sedangkan nahi
munkar adalah menolak dan mencegah segala yang dapat merugikan, merusak dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan. Pada tataran implementatif,
nahi munkar sangat ditentukan dalam mengukur sejauh mana keberhasilan amar
makruf. Sebab keseimbangan peran keduanya dalam upaya pembentukan Khaira
ummah sangat menentukan corak implementasi pada tataran teknis. Keduanya
harus mengacu pada upaya kemakuran dan keadilan dengan pola persuasive dan
pendekatan budaya local. Maka NU berpendapat bahwa implementasi Amar Makruf
(mendorong untuk berbuat baik)lebih diutamakan sampai terciptanya tatanan
kehidupan manusia yang beradab. Lagkah berikutnya adalah Nahi Munkar
(melarang berbuat kemunkaran). Nu juga menyakini bahwa upaya pembentukan Khaira
Umma tetap mengacu kepada Kaidah.
مَنْ كَانَ أَمْرُهُ مَعْرُوْفًا فَلْيَكُنْ بِالْمَعْرُوْفِ.
“Siapa yang memerintah kebaikan, haruslah dengan cara yang baik pula.”
Comments
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya, silahkan share tulisan ini jika bermanfaat bagi anda dan orangain yah, salam dari aku - Kumala :)